65 ASAL USUL YASINAN DAN TAHLILAN



BAB 1 SEKILAS YASINAN DAN TAHLILAN

Diposkan oleh: Muhammad Soleh - Jumat, 29 Oktober 2010
Kata Yasinan dan Tahlilan seakan telah mendarah daging dihati masyarakat luas, terutama ditanah air kita Indonesia, secara umum dapat di pahami bahwa dua kata tersebut diatas biasanya berkaitan dengan peristiwa kematian, yang mana dua kata ...ini diungkapkan dalam bentuk seperti acara peringatan terhadap kematian tersebut.

Acara yang diadakan oleh ahli mayit ini dihadiri oleh para kerabat , para tetangga, masyarakat sekitar, dan terkadang dengan mengundang beberapa orang jauh yang dianggap berpengaruh didaerah tersebut, hanya saja di beberapa tempat ada yang dibedakan/disendirikan antara yasinan yang biasanya diadakan pada malam jum’at dengan tahlilan yang dikaitkan dengan hitungan perhari dari kematian atau kadang disatukan dua acara tersebut dalam satu acara (hal ini sebagaimana survey Penulis dari sekitar 20 santri yang berasal dari propinsi yang berada di Indonesia). Dimulai dengan acara bacaan pujian, surat yasin atau surat yang lain, zikir-zikir, serta doa-doa yang ditujukan kepada sang mayit di alam kubur, sampai diakhiri dengan hidangan aneka makanan yang lebih dari alakadarnya, ditambah lagi biasanya mereka pulang dengan buah tangan (berkat) untuk dibawa pulang.

Dinamai yasinan karena diantara bacaan-bacaanya ada surat yasin yang menurut mereka ada berbagai keutamaan lebih disbanding surat-surat yang lain (padahal semua hadist yang menjelaskan keutamaan surat yasin tidak lepas dari derajat ‘lemah bahkan palsu’ sebagaimana yang akan kami sebutkan insya Allah). Dan dinamai tahlilan karena termasuk yang dibaca diantara dzikir-dzikirnya adalah kalimat “La ilaha illallah (kailmat ini disebut Tahlil).

Sudah menjadi kelaziman kalau ada yasinan dan tahlilan mesti ada aneka hidangan yang biasanya lebih dari sekedarnya, dan acara yang banyak dijumpai di pedesaan ini ternyata dijumpai diperkotaan juga, hanya saja kalau didaerah perkotaan biasanya acara ini berlangsung agak ringkas/cepat, dan aneka makanannya dihidangkan lebih praktis yaitu dengan cara membagi nasi kotak plus minuman didalamnya atau semisalnya.

Acara ini tidak hanya sekali diadakan, bahkan biasanya akan diadakan dari hari pertama dan atau diteruskan sampai hari ketujuh dari hari kematiannya, tiap malam jumat atau bisa berbeda menurut kebiasaan disuatu daerah tertentu, seperti hari keempat puluh, keseratus, keseribu (nyewu) atau diadakan setiap tahun.

Acara ini asal usulnya adalah dari warisan nenek moyang yang sudah berabad-abad lamanya, dan entah siapa pencentusnya, yang jelas acara ini dimaksudkan untuk mengirimkan pahala bacaan-bacaan khusus buat mayit.

Acara ini telah menjadi satu keharusan yang memberatkan dan terpaksa diadakan oleh ahli mayit, sehingga sulit untuk dihindarkan, apalagi dihapuskan, bahkan tidak jarang diantara mereka harus menghutang kesana-kemari demi hanya untuk mengadakan acara tersebut, karena ternyata menurut pengakuan yang telah meninggalkan acara yan memberatkan ini, alsan yang paling kuat mengapa mereka harus mengadakan adalah
- takut diasingkan
- dianggap melawan adat kalau tidak menyelenggarakan acara tersebut

Tidak hanya cukup disitu, bahkan beberapa orang yang gemar mendatangi acara ini tidak segan-segan mengatakan ini sunnah rasul yang seyogyanya terus dilestarikan, baik dengan menyitir hadist-hadist nabi صلی الله عليه وسلم (padahal hadistnya lemah dan palsu), atau menafsirkan hadist-hadist dengan penafsiran yang jauh dari kebenaran, atau sekedar mengutip fatwa-fatwa guru mereka, kemudian menyandarkan bahawa acara seperti ini adalah termasuk ciri khas dari penganut mazhab Syafi'i. (padahal justru mazhab syafi'i sebenarnya yang mengatakan ini termasuk bid'ah yang mungkar sebagaimana akan saya jelaskan insya Allah.)


ASAL USUL TAHLILAN

Sebelum Islam masuk ke Indonesia, telah ada berbagai macam kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar penduduk tanah air ini, diantaranya keyakinan-keyakinan yan mendominasi saat itu adalah Animisme dan Dinamisme. Diantara mereka menyakini bahwa arwah yang telah di cabut dari jasadnya akan gentayangan disekitar rumah selama tujuh hari, kemudian setelahnya akan meninggalkan tempat tersebut dan akan kembali pada hari ke empat puluh, hari keseratus dan hari keseribunya atau mereka menyakini bahwa arwah akan datang setiap tanggal dan bulan dimana dia meninggal ia kan kembali ketempat tersebut (dan keyakinan seperti ini masih melekat kuat di hati kalangan orang awam ditanah air ini sampai hari ini). sehingga masyarakat pada saat itu ketakutan akan gangguan arwah
tersebut dan membacakan mantra-mantra sesuai dengan keyainan mereka.

Setelah Islam masuk dibawa oleh ulama yang berdagang ke tanah air ini, mereka memandang bahwa ibi adalah suatu kebiasaan yang menyelisihi syariat Islam, lalu mereka berusaha menghapusnya dengan perlahan, dengan cara memasukkan bacaan-bacaan thoyyibah sebagai pengganti mantra-mantra yang tidak dibenarkan menurut ajaran Islam dengan harapan supaya mereka bias berubah sedikit demi sedikit dan meninggalkan acara tersebut menuju acara Islam yang murni. Akan tetapi sebelum tujuan akhir ini terwujud, dan acara pembacaan kalimat-kaimat toyyibah ini sudah menggantikan bacaan mantra-mantra yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, para ulama yang bertujuan baik ini meninggal dunia, sehingga datanglah generasi selanjutnya yang mereka ini tidak mengetahui tujuan generasi awal yang telah mengadakan acara tersebut dengan maksud untuk meninggalkan secara perlahan.

Perkembangan selanjutnya datanglah generasi setelah mereka dan demikian seterusnya, kemudian pembacaan kalimat toyyibah ini mengalami banyak perubahan baik penambahan atau pengurangan dari generasi ke generasi, sehingga sering kita jumpai acara tahlilan disuatu daerah berbeda dengan prosesi tahlilan di tempat lain (ini menunjukan bahwa acara yasinan dn tahlilan sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh nabi kita dan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat yang mulia dan juga bukan termasuk sunnah, seandainya mereka telah melakukannya pasti sampai khobarnya kepada kita bagaimana prosesi acara tersebut, sebagaimana sunnah-sunnah yang jelas disyariatkan dan telah mereka lakukan, sehingga kita mengetahui bagaimana kita harus mengamalkannya sesuai dengan contohnya.) Sampai hari ini

http://islamtanpasyirikkhurafatdanbidah.blogspot.com/2010/10/bab-1-sekilas-yasinan-dan-tahlilan.html

0 KAMI

For Further Information & Order, Pls Call Us at :
VIA GRAFIKA PRINTING AND PACKAGING
Jl. Kh. Hasyim Ashari Gg. Pentil II No. 73
RT. 03/07 Buaran Indah - Kota Tangerang 15119
Phone  : 021-9491-4565, 0812-1992-9819

0 CETAK ID CARD






ID Card
Kami menerima jasa pembuatan ID Card / Kartu Pengenal untuk perusahaan swasta dan instansi pemerintah . ID Card dapat menggunakan Foto.

ID Card juga dapat memuat data-data karyawan. Untuk Absen ID Card menggunakan barcode ataupun magnetic stripe. Ada dua macam bentuk ID Card yaitu ID Card dengan bentuk vertical dan ID Card bentuk Horisontal. Desain ID Card dapat disesuaikan keinginan pemesan.


Spesifikasi:

    * Bahan baku       : PVC Core & PVC Digital
    * Proses Cetak     : Print Inkjet Printer
    * Ukuran              : 86 x 54 mm
    * Ketebalan          : 0,76mm (30mil)
    * Optional            : Barcode, Magnetic Stripe, Embossing, Signature Panel

0 Peringatan Maulid Nabi




  1. Tulisan Syekh Syarif Hatim Al-Oweini, dosen di Jamiah Ummul Qura, Mekah, ttg hukum memperingati maulid cukup bijak.

  1. Berikut coba saya (Ustadz Abdullah Haidir – red) terjemahkan secara ringkas tulisan beliau...moga bermanfaat.

  1. 1. Berbicara tentang hukum maulid nabi harus berdasarkan ilmu dan adil.

  1. Jangan sampai diingkari adanya perbedaan pendapat di sana, dan bahwa ada sebagian ulama mulia yg menyatakan kebolehannya dengan sejumlah syarat...

  1. Bahkan di antara mereka ada yang mengatakan ijmak sunah melaksanakannya dg syarat-syarat tersebut.

  1. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah dlm kitabnya “Iqtidha AshShirathal Mustaqim” meskipun dia menyatakan bhw maulid adalah bid’ah

  1. Namun dia memaklumi orang yang melaksanakannya, bahkan meyakini mereka mendapatkan pahala yang besar. Beliau berkata: “Menghormati maulid dan...

  1. Menjadikannya sebagi momen khusus, boleh jadi dilakukan sebagian orang dan baginya pahala yg besar, karena niatnya yg baik dan penghormatannya

  1. Terhadap Rasulullah SAW. Sebagaimana telah saya sampaikan, boleh jadi sebagian orang menganggap baik sesuatu yang dianggap buruk oleh mereka yang benar”.

  1. 2. Adapun uraian hukum maulid secara terperinci adalah sebagai berikut: Siapa yang ingin memanfaatkan hari maulid untuk mengingat sirah/sejarah Nabi...

  1. Atau membangkitkan sentimen kecintaan terhadapnya dalam jiwa kaum muslimin, tanpa ghuluw/berlebihan (seperti istighotsah/mohon pertolongan kpdnya),

  1. Juga, jika tidak diiringi kemunkaran (spt ikhtilath) atau khurafat (keyakinan kehadiran Nabi secara fisik)

  1. Juga tanpa keyakinan ada keutamaan khusus untuk memperingatinya pada hari tertentu, tapi sekedar memanfaatkan waktu terjadinya peristiwa agung

  1. Agar hadir dalam jiwa, sebagaimana para khatib berbicara tentang perang Badar pd tgl 17 Ramadan atau peristiwa Fathu Mekah pd tgl 20 Ramadan...

  1. Atau berbicara tentang peristiwa hijrah pada setiap awal tahun hijriah, maka dia hukumnya halal

  1. Karena hal tersebut tidak ada kaitannya dengan keyakinan terhadap ibadah yang bid’ah. Maka dengan syarat-syarat tersebut masalahnya jadi beralih dari bid’ah kepada maslahah mursalah

  1. (Maslahah mursalah adalah perkara-perkara umum yang dipandang baik menurut tinjauan syara karena mendatangkan manfaat, jika tidak ada dalil khusus yg melarangnya),

  1. Sebab kandungannya tak lain kecuali sarana yang mengantarkan kepada maslahat syar’i, yaitu mengingatkan pada sejarah Nabi SAW dan,

  1. Menghidupkan emosi cinta kepada beliau di dalam jiwa-jiwa kaum muslimin.

  1. Saya merasa perlu meluruskan tentang kebolehan maulid ini bagi mereka yang menghadirinya atau mengadakanya, dengan memastikan beberapa hal berikut:

  1. * Pengajian atau peringatan tersebut (yg tidak ada kemungkaran di dalamnya) bukan karena peringatan tersebut merupkan ibadah, tapi sekedar memanfaatkan momen...

  1. Untuk mewujudkan maslahat syar’i dari perbuatan tsb.

  1. * Hari maulid tahunan tersebut tidak memiliki kekhususan dan keutamaan yg tsabit/paten (menurut syariat).

  1. *Hendaknya menjelaskan kemungkaran yang dipastikan kebatilannya, baik ucapan, perbuatan dan keyakinan yang sering terdapat pada peringatan maulid.

  1. Dengan syarat-syarat tersebut saya tidak dapatkan bahwa maulid adalah bid’ah dan tidak perlu mengingkari orang yang melaksanakannya.

  1. Sebagaimana saya tidak merasa bermasalah dengan pendapat yang melarangnya secara mutlak sebagai upaya menutup celah besarnya pelanggaran di dalamnya

  1. Dan sebagai sadduzzari’ah atas berbagai kemunkaran yang banyak terjadi di dalamnya,

  1. Jika orang yang berpendapat demikian tidak berlebih-lebihan dalam pelarangannya dan tidak mengingkari orang yang membolehkannya dengan syarat-syarat tadi, 

  1. Di samping dia membolehkan adanya perbedaan ijtihad dalam masalah ini dengan syarat-syarat tadi.

  1. Karena pendapat yang membolehkan merupakan pendapat yang layak dipertimbangkan berdasarkan argumen yg dimiliki.

  1. Kenyataannya, perkara serupa juga terjadi di Saudi tanpa adanya penentangan. Para khatib Jumat atau penceramah umumnya berbicara ttg...

  1. Pengingkarannya terhadap peringatan maulid nabi menjelang hari-hari peringatan tersebut. Kadang mereka memulainya dengan menyebutkan keutamaan Nabi SAW

  1. Juga tentang haknya atas umatnya. Setelah itu ceramah/khutbah diakhiri dengan menyebutkan kemunkaran maulid. Maka pada hakekatnya...

  1. Dia telah mengadakan maulid yang dibolehkan tanpa menamakannya sebagai maulid.

  1. Seperti itu juga, apa yang ditulis para ulama kita sebagai bahan pembicaraan di bulan Ramadan. Seperti kitab Syekh Utsaimin rahimahullah, di kitab tersebut dia jelaskan tentang perang Badar dan Fathu Mekah yang terjadi di bulan tersebut. Maksud beliau adalah agar hal tersebut dibaca di masjid-masjid setiap tahun.

  1. Yang beliau harapkan agar kitab tersebut tidak terputus dibaca setiap tahun setiap bulan Ramadan. Inilah yg banyak terjadi di masjid-masjid kita.

  1. Diulang-ulangnya pembicaraan tentang kedua kejadian tersebut setiap tahun pada waktu yg sama, tidak menjadikannya sebagai perbuatan bid’ah.

  1. Karena pembatasn tersebut tidak dilakukan dengan tujuan ibadah, akan tetapi dilakukan sebagai upaya memanfaatkan momen agar pengaruhnya lebih tampak

  1. juga untuk memantapkan sejarahnya dan mengingatkan kita pada kedua peristiwa tersebut dalam sejarah Islam.

  1. Sbg solusi moderat, kini banyak orang yang melaksanakan maulid tanpa terikat dengan jadwal tahunan yang telah ditetapkan...

  1. Mereka menyampaikan kemuliaan Rasulullah SAW dalam pertemuan umum dan berulang kali. Maulid seperti ini jika tidak ada kemunkaran seperti maulid lainnya,

  1. Maka tidak ada masalah sama sekali dengan syarat tidak  diyakini sebagai ibadah yang khusus diniatkan untuk itu.

  1. Dengan demikian jelaslah bahwa harus dibedakan antara dua bentuk maulid:

  1. 1. Jenis maulid yang masuk dalam katagori maslahah mursalah, yaitu...

  1. Jika tujuannya memanfaatkan momen sejarah daro peristiwa agung ini utk mengingat sejarah Rasulullah SAW,

  1. Atau untuk membangkitkan rasa cinta di dlm hati kepada beliau tanpa ada keyakinan keutamaan hari tertentu untuk ibadah dan keyaknan tanpa dalil.

  1. Gambaran seperti inilah yang dianggap baik banyak ulama. Sehingga mereka menyusun karangan untuk maulid secara khusus, lebih dari seratus

  1. Agar dibaca pada hari maulid Nabi SAW, seperti Abu Syamah, Al-Alaa’i dan Ibnu Abdulhadi (murid syaikhul Islam Ibnu Taimiah).

  1. Juga Ibnu Nashiruddin addimasyqi, Alhafiz Al Iraqi, Ibnu Hajar AlAsqolani dan masih banyak selain mereka para tokoh ulama.

  1. 2. Bentuk maulid yang terdapat bid’ah, walaupun tidak terdapat ghuluw dan kemunkaran, yaitu apabila dikaitkan dengan ibadah khusus yang dianggap berpahala,

  1. Atau apabila dikhususkan hari tertentu dan secara khusus diniatkan, sebagaimana mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk ibadah-ibadah yang jelas-jelas disyariatkan.

  1. Inilah (jenis maulid kedua) yang diingkari banyak ulama seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan para tokoh ulama lainnya.

  1. Demikianlah hukum maulid secara global. Jika ternyata hari maulid menjadi hari libur resmi dan menjadi hari peringatan secara umum setiap tahun

  1. hal ini masuk kepada masalah lain, apakah hal tersebut masuk dalam katagori Id (hari raya), sehingga dia menjadi terlarang, atau...

  1. Apakah hari raya yang dilarang terhadap kaum muslimin (selain Idulfitri dan Iduladha) adalah yang dikaitkan dengan ibadah saja dan...

  1. Tidak termasuk hari raya (peringatan) yang tidak dikaitkan dengan ibadah, seperti hari (kemerdekaan) nasional.

  1. Pelaksanaan maulid dengan syarat-syarat yang telah disebutkan sebelumnya, tidak dikaitkan dengan keyakinan ibadah terhadap hari-hari tertentu, juga tidak dikaitkan pada

  1. Amal ibadah tertentu seperti shalat Idulfitri, Idul Adha, Zakat Fitrah atau berkurban, maka dengan demikian dia tidak diharamkan.

  1. Kecuali jika segala bentuk peringatan/perayaan diharamkan secara mutlak, maka dia haram sekedar menjadi kebiasaan dan keserupan dengan hari raya.

  1. Dalam masalah ini (apakah peringatan umum/nasional, kapan dia digolongkan sbg hari raya yang dilarang dan kpn tidak digolongkan demikian

  1. Merupakan perbedaan pendapat yg mu'tabur/diakui. Para ulama memiliki sudut pandang masing-masing yang layak dihormati.
 sumber :
Abdullah Haidir, Lc
@abdullahhaidir1























1 BROSUR MAKANAN DAN CAFE










For Further Information & Order, Pls Call Us at :
VIA GRAFIKA PRINTING AND PACKAGING
Jl. Kh. Hasyim Ashari Gg. Pentil II No. 73
RT. 03/07 Buaran Indah - Kota Tangerang 15119
Phone  : 021-9491-4565, 0896-9967-3738